Merenung mentari dalam hujan panas,
Adakah kekal suram begini?
Kiranya sayap rama-rama milikku bak helang,
Leka sudah bertebaran membawa mereka terbang.
Langit biru terlalu kecil,
Buat si rama-rama berjiwa besar.
Yang termampu,
Hatiku kehujanan,
Senyuman lama berganti duka,
Wajah kita sama rasa,
Doa menjadi payung utama,
Ujianlah yang terindah.
Ayah,
Puteramu akan ke sekolah,
Jari-jarimu yang menggigil,
Mencari lubang emas untuk digali.
Aku melalui penjelasan,
Pada matamu yang retak,
Berkerdip kepayahan derita yang masih hangat,
Sebelumnya perang ulung kerap berlangsung.
Kau bertanya penuh waspada,
"Anak perempuanku, siapa yang menuang hujan dan menyidai matahari?"
Kembalilah padaNya,
Begitu bicaramu,
Takkan bisaku menderhaka.
Ampunkan aku Ya Allah,
Tidak kuat untuk takdir ini,
Kerana diri cuma tahu menangis sejak dari kecil.
Di sini,
Kerelaan melepaskan,
Menjadi lemah segala raga,
Masih terasa geseran tapak tanganmu yang kasar,
Sementara menoleh,
Lewat pada wajah anak perempuan,
Suara serakmu berbisik halus,
"Duhai rama-rama, siksakah engkau punya kekasih dan kepak longlai tak bermaya?"
Nota : kekasih di dalam rangkap akhir sajak membawa maksud 'bebanan atau ujian'.